Prionailurus bengalensis

08 Januari 2025
User Image Gambar 08 Januari 2025
user-avatar
user-avatar
Taksonomi

Kingdom (Animalia)

Phylum (Chordata)

Class (Mamalia)

Ordo ( Carnivora)

Family (Felidae)

Genus (Prionailurus)

Spesies (Prionailurus bengalensis )

Catatan

Catatan

Kucing kuwuk atau dalam bahasa ilmiah dikenal sebagai Prionailurus bengalensis adalah spesies kucing liar kecil yang berasal dari Asia. Kucing kuwuk juga sering disebut sebagai kucing leopard atau kucing Bengal. Spesies ini memiliki peran penting dalam ekosistem sebagai predator, dan keberadaannya dapat terancam oleh hilangnya habitat dan perburuan. Oleh karena itu, kucing kuwuk termasuk dalam kategori satwa liar yang dilindungi di beberapa negara. 


       Ciri Morfologi:

Kucing kuwuk (Prionailurus bengalensis) memiliki ciri morfologi yang sangat khas sebagai kucing liar berukuran kecil hingga sedang. Panjang tubuhnya berkisar antara 45-75 cm (tidak termasuk ekor) dengan ekor sepanjang 20-35 cm. Berat badan kucing kuwuk dewasa berkisar antara 1,5-7 kg, dimana betina umumnya lebih kecil dibandingkan jantan. Tubuhnya dihiasi dengan bulu yang lembut dan padat dengan warna dasar kekuningan, abu-abu kecokelatan, atau keemasan yang dihiasi dengan bintik-bintik atau roseta berwarna hitam yang tersebar di seluruh tubuhnya yang membantu mereka berkamuflase di habitat alaminya. Pola pada bulu kucing kuwuk mirip dengan pola bulu macan tutul namun dalam ukuran yang jauh lebih kecil. Kucing kuwuk termasuk hewan yang cenderung nokturnal (aktif di malam hari) dan memiliki kebiasaan berburu hewan kecil seperti tikus dan burung.

Kepala kucing kuwuk relatif kecil dengan moncong yang meruncing dan telinga yang bulat. Di bagian wajahnya terdapat garis-garis hitam yang khas, termasuk dua garis hitam yang memanjang dari sudut mata hingga ke belakang kepala, serta beberapa garis melintang di pipi. Matanya besar dan berwarna keemasan atau cokelat, dengan pupil yang dapat melebar dalam kondisi cahaya redup, mencerminkan adaptasinya sebagai hewan nokturnal. Bagian dagu dan leher bawah berwarna putih, sementara bagian perut memiliki warna yang lebih pucat dibandingkan bagian punggung. Kucing kuwuk memiliki kumis (vibrissae) yang panjang untuk navigasi, serta gigi taring dan geraham yang tajam untuk mencabik mangsa.

Kaki kucing kuwuk relatif panjang dan ramping, dilengkapi dengan cakar yang tajam dan dapat ditarik masuk, memungkinkannya untuk memanjat pohon dengan cekatan. Memiliki bantalan pada telapak kakinya yang ditutupi bulu untuk membantu meredam suara saat berburu. Kaki kucing kuwuk memiliki jari-jari yang agak berselaput, yang memudahkan mereka untuk berenang dan bergerak lincah di tanah. Kemampuan ini memungkinkan mereka untuk menangkap mangsa di air, seperti ikan dan hewan air lainnya.

Ekornya panjang dan tertutup bulu lebat dengan pola cincin hitam yang tidak selalu lengkap. Kucing kuwuk memiliki struktur tulang yang ringan namun kuat, memungkinkannya untuk bergerak dengan lincah dan gesit di berbagai medan, baik di atas tanah maupun di pepohonan. Ukuran dan bentuk tubuhnya yang kompak memungkinkannya untuk bergerak dengan efisien melalui vegetasi yang rapat, sementara kakinya yang panjang membantunya dalam melompat dan mengejar mangsa dengan efektif.

 

       Habitat:

Kucing kuwuk hidup di hutan hujan tropis abadi dan Perkebunan di atas permukaan laut, di hutan peluruh subtropis dan hutan konifer beriklim sedang di kaki bukit Himalaya pada ketinggian di atas 1.000 m (3.300 ft). Mereka juga dapat hidup dengan baik di daerah yang telah mengalami gangguan aktivitas manusia secara moderat.

Spesies ini juga ditemukan di kawasan hutan mangrove, area semak belukar, padang rumput dengan semak tersebar, di kawasan perkebunan dan area pertanian tradisional yang berbatasan dengan hutan. Di lingkungan pertanian, kucing kuwuk sering memanfaatkan area persawahan dan kebun sebagai tempat berburu, terutama untuk menangkap tikus dan hewan pengerat lainnya yang menjadi hama pertanian. Kehadiran aliran air seperti sungai kecil, anak sungai, atau kolam dalam teritorinya sangat penting, karena mereka sering berburu di sekitar badan air ini dan memanfaatkannya sebagai sumber air minum.

Meskipun kucing kuwuk dapat beradaptasi dengan baik di berbagai habitat, Mereka cenderung menghindari daerah yang telah mengalami banyak deforestasi dan daerah yang terletak di pusat kota. Kucing kuwuk memilih wilayahnya berdasarkan ketersediaan tempat perlindungan seperti lubang pohon, celah bebatuan, atau vegetasi yang rapat untuk beristirahat dan membesarkan anak-anaknya.


 

       Peranan:

Kucing kuwuk berperan sebagai mesopredator dalam ekosistem dan mengontrol populasi berbagai hewan kecil. Salah satu tugas utamanya adalah menjaga populasi hewan pengerat tetap seimbang, khususnya berbagai jenis tikus yang dapat menjadi hama pertanian. Dalam satu tahun, seekor kucing kuwuk dapat memangsa ribuan tikus, memberikan dampak positif bagi pertanian dengan mengurangi kerusakan tanaman dan mencegah penyebaran penyakit zoonosis yang ditularkan oleh tikus.

Dalam rantai makanan, kucing kuwuk memiliki posisi strategis sebagai predator tingkat menengah yang menghubungkan predator apex (predator puncak) dengan konsumen tingkat rendah. Selain tikus, mereka juga memangsa burung-burung kecil, reptil, amfibi, dan arthropoda, menunjukkan perannya dalam mengatur populasi berbagai kelompok hewan. Di ekosistem pertanian tradisional, kehadiran kucing kuwuk sangat bermanfaat karena membantu pengendalian hama secara alami, sehingga mengurangi ketergantungan pada pestisida kimia. Hal ini tidak hanya menguntungkan secara ekonomi tetapi juga mendukung pertanian yang lebih ramah lingkungan.

Dalam beberapa budaya Asia, kucing kuwuk memiliki nilai kultural dan dianggap sebagai simbol keberuntungan. Namun, perburuan untuk perdagangan ilegal dan pengambilan untuk dijadikan hewan peliharaan menjadi ancaman bagi populasi mereka di alam liar.

Kehadiran kucing kuwuk sering dijadikan indikator kesehatan habitat karena kepekaan mereka terhadap perubahan lingkungan. Mereka membutuhkan habitat yang relatif utuh dengan ketersediaan mangsa yang memadai, sehingga kehadirannya menandakan kondisi ekosistem yang masih baik. Spesies ini juga berperan dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem melalui efek trofik kaskade, dimana pengendalian populasi mangsa oleh kucing kuwuk mempengaruhi dinamika komunitas tumbuhan dan hewan lainnya.

 

       Persebaran:

Kucing kuwuk (Prionailurus bengalensis) memiliki persebaran yang cukup luas di Indonesia. Mereka dapat ditemukan di berbagai pulau, termasuk Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Bali.

 

       Status Konservasi:

Kucing kuwuk (Prionailurus bengalensis) memiliki status konservasi yang beragam di tingkat internasional dan nasional. Menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN) Red List, kucing kuwuk dikategorikan sebagai Least Concern (LC) atau risiko rendah secara global, namun beberapa subpopulasi lokal menghadapi ancaman serius. Di Indonesia, spesies ini dilindungi oleh undang-undang sejak tahun 1979 melalui SK Menteri Pertanian No. 247/Kpts/Um/4/1979 dan diperkuat dengan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.

Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) memasukkan kucing kuwuk dalam Appendix II, yang berarti perdagangan internasional spesies ini diatur secara ketat untuk mencegah pemanfaatan yang tidak berkelanjutan. Di tingkat nasional, berbagai upaya konservasi telah dilakukan termasuk perlindungan habitat melalui sistem kawasan konservasi, penegakan hukum terhadap perburuan dan perdagangan ilegal, serta program pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pelestarian spesies ini.

 

Referensi:

Bandung Zoo

Sudrajat, M. R., Hakim, A. L., & Djuniarsono, R. (2024). PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PRAKTIK PERDAGANGAN KUCING KUWUK SEBAGAI SATWA LIAR DILINDUNGI. SUPREMASI HUKUM20(02), 64-76.

Sulistyadi, E. (2017). Karakteristik Komunitas Mamalia Besar di Taman Nasional Bali Barat (TNBB). Zoo Indonesia25(2).

Karno, M., Suba, R. B., Sukartiningsih, S., Aipassa, M. I., Azham, A. B., & Rayadin, Y. (2023). KEANEKARAGAMAN MAMALIA BESAR DI TAMAN NASIONAL KUTAI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR. Agrifor: Jurnal Ilmu Pertanian dan Kehutanan22(2), 313-332.

Patel, R. P., Wutke, S., Lenz, D., Mukherjee, S., Ramakrishnan, U., Veron, G., ... & Frster, D. W. (2017). Genetic structure and phylogeography of the leopard cat (Prionailurus bengalensis) inferred from mitochondrial genomes. Journal of Heredity108(4), 349-360.

Bahuguna, A. (2018). Forensically informative nucleotide sequencing (FINS) for species and subspecies of genus Prionailurus (Mammalia: Carnivora: Felidae) through mitochondrial genes (12SrRNA and cytochrome b) by using old taxidermy samples. Mitochondrial DNA Part B3(2), 615-619.

Patel, R. P., Wutke, S., Lenz, D., Mukherjee, S., Ramakrishnan, U., Veron, G., ... & Frster, D. W. (2017). Genetic structure and phylogeography of the leopard cat (Prionailurus bengalensis) inferred from mitochondrial genomes. Journal of Heredity108(4), 349-360.

Irawan, N., Pudyatmoko, S., Yuwono, P. S. H., Tafrichan, M., Giordano, A. J., & Imron, M. A. (2020). The importance of unprotected areas as habitat for the leopard cat (Prionailurus bengalensis javanensis Desmarest, 1816) on Java, Indonesia. Jurnal Ilmu Kehutanan14(2), 198-212.

Klik untuk melihat peta