Kucing kuwuk atau dalam bahasa ilmiah dikenal sebagai Prionailurus bengalensis adalah spesies kucing liar kecil yang berasal dari Asia. Kucing kuwuk juga sering disebut sebagai kucing leopard atau kucing Bengal. Spesies ini memiliki peran penting dalam ekosistem sebagai predator, dan keberadaannya dapat terancam oleh hilangnya habitat dan perburuan. Oleh karena itu, kucing kuwuk termasuk dalam kategori satwa liar yang dilindungi di beberapa negara.
Ciri
Morfologi:
Kucing
kuwuk (Prionailurus bengalensis) memiliki ciri morfologi yang sangat
khas sebagai kucing liar berukuran kecil hingga sedang. Panjang tubuhnya
berkisar antara 45-75 cm (tidak termasuk ekor) dengan ekor sepanjang 20-35 cm.
Berat badan kucing kuwuk dewasa berkisar antara 1,5-7 kg, dimana betina umumnya
lebih kecil dibandingkan jantan. Tubuhnya dihiasi dengan bulu yang lembut dan
padat dengan warna dasar kekuningan, abu-abu kecokelatan, atau keemasan yang
dihiasi dengan bintik-bintik atau roseta berwarna hitam yang tersebar di
seluruh tubuhnya yang membantu mereka berkamuflase di habitat alaminya. Pola
pada bulu kucing kuwuk mirip dengan pola bulu macan tutul namun dalam ukuran
yang jauh lebih kecil. Kucing kuwuk termasuk hewan yang cenderung nokturnal (aktif
di malam hari) dan memiliki kebiasaan berburu hewan kecil seperti tikus dan
burung.
Kepala
kucing kuwuk relatif kecil dengan moncong yang meruncing dan telinga yang
bulat. Di bagian wajahnya terdapat garis-garis hitam yang khas, termasuk dua
garis hitam yang memanjang dari sudut mata hingga ke belakang kepala, serta
beberapa garis melintang di pipi. Matanya besar dan berwarna keemasan atau
cokelat, dengan pupil yang dapat melebar dalam kondisi cahaya redup,
mencerminkan adaptasinya sebagai hewan nokturnal. Bagian dagu dan leher bawah
berwarna putih, sementara bagian perut memiliki warna yang lebih pucat
dibandingkan bagian punggung. Kucing kuwuk memiliki kumis (vibrissae) yang panjang
untuk navigasi, serta gigi taring dan geraham yang tajam untuk mencabik mangsa.
Kaki
kucing kuwuk relatif panjang dan ramping, dilengkapi dengan cakar yang tajam
dan dapat ditarik masuk, memungkinkannya untuk memanjat pohon dengan cekatan. Memiliki
bantalan pada telapak kakinya yang ditutupi bulu untuk membantu meredam suara
saat berburu. Kaki kucing kuwuk memiliki jari-jari yang agak berselaput, yang
memudahkan mereka untuk berenang dan bergerak lincah di tanah. Kemampuan ini
memungkinkan mereka untuk menangkap mangsa di air, seperti ikan dan hewan air
lainnya.
Ekornya
panjang dan tertutup bulu lebat dengan pola cincin hitam yang tidak selalu
lengkap. Kucing kuwuk memiliki struktur tulang yang ringan namun kuat,
memungkinkannya untuk bergerak dengan lincah dan gesit di berbagai medan, baik
di atas tanah maupun di pepohonan. Ukuran dan bentuk tubuhnya yang kompak
memungkinkannya untuk bergerak dengan efisien melalui vegetasi yang rapat,
sementara kakinya yang panjang membantunya dalam melompat dan mengejar mangsa
dengan efektif.
Habitat:
Kucing
kuwuk hidup di hutan hujan tropis abadi dan Perkebunan di atas permukaan laut,
di hutan peluruh subtropis dan hutan konifer beriklim sedang di kaki bukit
Himalaya pada ketinggian di atas 1.000 m (3.300 ft). Mereka juga dapat hidup
dengan baik di daerah yang telah mengalami gangguan aktivitas manusia secara
moderat.
Spesies
ini juga ditemukan di kawasan hutan mangrove, area semak belukar, padang rumput
dengan semak tersebar, di kawasan perkebunan dan area pertanian
tradisional yang berbatasan dengan hutan. Di lingkungan pertanian, kucing kuwuk
sering memanfaatkan area persawahan dan kebun sebagai tempat berburu, terutama
untuk menangkap tikus dan hewan pengerat lainnya yang menjadi hama pertanian.
Kehadiran aliran air seperti sungai kecil, anak sungai, atau kolam dalam
teritorinya sangat penting, karena mereka sering berburu di sekitar badan air
ini dan memanfaatkannya sebagai sumber air minum.
Meskipun kucing kuwuk dapat beradaptasi dengan baik di berbagai habitat, Mereka cenderung menghindari daerah yang telah mengalami banyak deforestasi dan daerah yang terletak di pusat kota. Kucing kuwuk memilih wilayahnya berdasarkan ketersediaan tempat perlindungan seperti lubang pohon, celah bebatuan, atau vegetasi yang rapat untuk beristirahat dan membesarkan anak-anaknya.
Peranan:
Kucing
kuwuk berperan sebagai mesopredator dalam ekosistem dan mengontrol populasi
berbagai hewan kecil. Salah satu tugas utamanya adalah menjaga populasi hewan
pengerat tetap seimbang, khususnya berbagai jenis tikus yang dapat menjadi hama
pertanian. Dalam satu tahun, seekor kucing kuwuk dapat memangsa ribuan tikus,
memberikan dampak positif bagi pertanian dengan mengurangi kerusakan tanaman
dan mencegah penyebaran penyakit zoonosis yang ditularkan oleh tikus.
Dalam
rantai makanan, kucing kuwuk memiliki posisi strategis sebagai predator tingkat
menengah yang menghubungkan predator apex (predator puncak) dengan konsumen
tingkat rendah. Selain tikus, mereka juga memangsa burung-burung kecil, reptil,
amfibi, dan arthropoda, menunjukkan perannya dalam mengatur populasi berbagai
kelompok hewan. Di ekosistem pertanian tradisional, kehadiran kucing kuwuk sangat
bermanfaat karena membantu pengendalian hama secara alami, sehingga mengurangi
ketergantungan pada pestisida kimia. Hal ini tidak hanya menguntungkan secara
ekonomi tetapi juga mendukung pertanian yang lebih ramah lingkungan.
Dalam
beberapa budaya Asia, kucing kuwuk memiliki nilai kultural dan dianggap sebagai
simbol keberuntungan. Namun, perburuan untuk perdagangan ilegal dan pengambilan
untuk dijadikan hewan peliharaan menjadi ancaman bagi populasi mereka di alam
liar.
Kehadiran
kucing kuwuk sering dijadikan indikator kesehatan habitat karena kepekaan
mereka terhadap perubahan lingkungan. Mereka membutuhkan habitat yang relatif
utuh dengan ketersediaan mangsa yang memadai, sehingga kehadirannya menandakan
kondisi ekosistem yang masih baik. Spesies ini juga berperan dalam
mempertahankan keseimbangan ekosistem melalui efek trofik kaskade, dimana
pengendalian populasi mangsa oleh kucing kuwuk mempengaruhi dinamika komunitas
tumbuhan dan hewan lainnya.
Persebaran:
Kucing
kuwuk (Prionailurus bengalensis) memiliki persebaran yang cukup luas di
Indonesia. Mereka dapat ditemukan di berbagai pulau, termasuk Sumatera, Jawa,
Kalimantan, dan Bali.
Status
Konservasi:
Kucing
kuwuk (Prionailurus bengalensis) memiliki status konservasi yang beragam
di tingkat internasional dan nasional. Menurut International Union for
Conservation of Nature (IUCN) Red List, kucing kuwuk dikategorikan sebagai Least
Concern (LC) atau risiko rendah secara global, namun beberapa subpopulasi
lokal menghadapi ancaman serius. Di Indonesia, spesies ini dilindungi oleh
undang-undang sejak tahun 1979 melalui SK Menteri Pertanian No.
247/Kpts/Um/4/1979 dan diperkuat dengan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999
tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Convention
on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES)
memasukkan kucing kuwuk dalam Appendix II, yang berarti perdagangan
internasional spesies ini diatur secara ketat untuk mencegah pemanfaatan yang
tidak berkelanjutan. Di tingkat nasional, berbagai upaya konservasi telah
dilakukan termasuk perlindungan habitat melalui sistem kawasan konservasi,
penegakan hukum terhadap perburuan dan perdagangan ilegal, serta program
pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pelestarian spesies ini.
Referensi:
Bandung Zoo
Sudrajat, M. R., Hakim,
A. L., & Djuniarsono, R. (2024). PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PRAKTIK
PERDAGANGAN KUCING KUWUK SEBAGAI SATWA LIAR DILINDUNGI. SUPREMASI HUKUM, 20(02),
64-76.
Sulistyadi, E. (2017).
Karakteristik Komunitas Mamalia Besar di Taman Nasional Bali Barat
(TNBB). Zoo Indonesia, 25(2).
Karno, M., Suba, R. B.,
Sukartiningsih, S., Aipassa, M. I., Azham, A. B., & Rayadin, Y. (2023).
KEANEKARAGAMAN MAMALIA BESAR DI TAMAN NASIONAL KUTAI PROVINSI KALIMANTAN
TIMUR. Agrifor: Jurnal Ilmu Pertanian dan Kehutanan, 22(2),
313-332.
Patel, R. P., Wutke, S.,
Lenz, D., Mukherjee, S., Ramakrishnan, U., Veron, G., ... & Frster, D. W.
(2017). Genetic structure and phylogeography of the leopard cat (Prionailurus
bengalensis) inferred from mitochondrial genomes. Journal of Heredity, 108(4),
349-360.
Bahuguna, A. (2018).
Forensically informative nucleotide sequencing (FINS) for species and
subspecies of genus Prionailurus (Mammalia: Carnivora: Felidae) through
mitochondrial genes (12SrRNA and cytochrome b) by using old taxidermy
samples. Mitochondrial DNA Part B, 3(2), 615-619.
Patel, R. P., Wutke, S.,
Lenz, D., Mukherjee, S., Ramakrishnan, U., Veron, G., ... & Frster, D. W.
(2017). Genetic structure and phylogeography of the leopard cat (Prionailurus
bengalensis) inferred from mitochondrial genomes. Journal of Heredity, 108(4),
349-360.
Irawan, N., Pudyatmoko,
S., Yuwono, P. S. H., Tafrichan, M., Giordano, A. J., & Imron, M. A.
(2020). The importance of unprotected areas as habitat for the leopard cat
(Prionailurus bengalensis javanensis Desmarest, 1816) on Java, Indonesia. Jurnal
Ilmu Kehutanan, 14(2), 198-212.
Member